Keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Program Hutan Kemasyarakatan

 Oleh: Aulia Putri (201201099)

Mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Jurusan Kehutanan (MBKM YOSL-OIC)

Mendengar istilah perhutanan sosial maka seringkali dikaitkan dengan keterlibatan masyarakat di dalamnya. Program ini program besar pemerintah dalam rangka mendukung penghijauan kembali lahan hutan di Indonesia. Namun, untuk mencapai tujuan jangka panjang perbaikan kualitas hutan, tidak dapat terealisasi tanpa adanya peran serta masyarakat di dalamnya. Faktor dominan keselarasan antara peran masyarakat dengan ruang ekologi hutan sebagai kunci kelestarian yang ingin digapai program perhutanan sosial. Hal ini telah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 yang secara tersirat menyebutkan aspek sumber daya hutan dapat dimanfaatkan untuk menyokong kebutuhan manusia, terutama masyarakat kawasan hutan. Sehingga program perhutanan sosial melingkupi dua aspek penting yaitu kelestarian hutan dan nilai pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat.

Peran strategis LSM dalam kerangka kebijakan publik salah satunya terlihat dalam kebijakan kehutanan. Berbagai program kehutanan hingga saat ini belum memiliki formulasi yang memadai untuk diimplementasikan secara efektif. Peraturan Menteri LHK No. P.83/2016 tentang Perhutanan Sosial mengatur lima skema program kehutanan yang memberikan celah bagi masyarakat untuk mengelola dan memperoleh keuntungan dari hasil hutan diantaranya Hutan Kemasyarakatan (HKm). Intensitas LSM terlibat dalam pemberdayaan masyarakat sekitar hutan telah banyak membawa perubahan seperti penguatan kelembagaan kelompok tani hutan.

Yayasan Orangutan Sumatera Lestari (YOSL-OIC) merupakan sebuah lembaga kemasyarakatan yang memiliki visi konservasi orangutan sumatera dan tapanuli beserta habitatnya. YOSL-OIC bekerja sama dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan habitat orangutan sumatera dan tapanuli melalui berbagai kegiatn seperti pemberdayaan masyarakat, restorasi hutan, penanggulangan konflik manusia dan orangutan, pengembangan mata pencaharian alternatif seperti agroforestri dan pengembangan ekowisata. YOSL-OIC terlibat dalam program Hkm di wilayah Sumatera Utara dan Aceh, khusus untuk program Hkm ini YOSL-OIC berkolaborasi dengan KPH wilayah V, BPSKL wilayah Sumatera dan Taman Nasional Gunung Leuser. Pada wilayah Aceh sudah terbentuk 5 KUPS (Kelompok Usaha Perhutanan Sosial) LPHD Gembulo Berkah Desa Agusen yang terdiri dari KUPS ekowisata, jasa lingkungan, aren, kopi, ternak. Ekowisata yang terdapat di KUPS LPHD Gembulo Berkah ini diantaranya adalah tubbing, tracking, pemantauan orangutan, camping, wisata perkebunan organik dengan konsep permakultur serta wisata menikmati kebun kopi gayo.

KUPS LPHD Gembulo Berkah juga mengembangkan ekspedisi pendakian gunung leuser melalui jalur Agusen dikarenakan kawasan LHPD Gembulo Berkah berdampingan dengan TNGL yang ada di desa Agusen, sehingga banyak memiliki potensi yang bisa disuguhkan disepanjang jalur pendakian tersebut. Bapak Ismet Ramadan dan bapak Jun dari YOSL-OIC menjelaskan upaya pengembangan perhutanan sosial KUPS ekowisata LPHD Gembulo Berkah desa Agusen mempunyai tujuan memberikan kesadaran kepada lembaga LHPD dan masyarakat Agusen untuk terus menjaga dan memanfaatkan potensi alam di wilayah mereka, sehingga konflik tenurial bisa diminimalisir. Mereka juga berharap melalui pengembangan ekowisata ini, ke depannya bisa berkonribusi sehingga alam  dan kawasan tetap lestari.       

YOSL-OIC memfasilitasi penyusunan dan pengesahan RPHD dan RKT 2021 LPHD Buntul Lestari desa Paya Kumer Kec, Tripe Jaya, memfasilitasi penyusunan dan pengesahan kerja kerja usaha, rencana kerja tahunan KTH rainforest Lodges Kedah desa Penosan Sepakat Kec, Blang Jerango dan memfasilitasi perhitungan cadangan karbon hutan dan lahan  di tiga desa yaitu Agusen, Penosan Sepakat dan Paya Kumer. YOSL-OIC juga memberikan pelatihan pengukuran cadangan karbon hutan dan lahan.

Berdasarkan uraian tersebut, dalam kerangka kebijakan kehutanan khususnya program HKm di desa Agusen, LSM terlibat dalam pengembangan kapasitas masyarakat kawasan hutan. Proses tersebut meliputi pemberdayaan, kelembagaan, hingga pemanfaatan hasil hutan non kayu. Dengan keterlibatan LSM dalam serangkaian kegiatan, akan memacu peran serta masyarakat dalam melestarikan hutan sehingga kebijakan ataupun program-program kehutanan menemukan relevansinya dengan aspek konteks yang ada

 


Komentar